Monday, January 16, 2012

Keakraban Tuhan

Keakraban Tuhan

Oleh : Maulana Syekh Muhammad Ali Hanafiah (Tuangku Hanafiah)

Guru Besar Tasawuf Islamic Centre Indonesia

Tuhan adalah Zat yang kita yakini sebagai Pencipta alam semesta yang tiada batas, Maha Menguasai segala kekuasaan, menjadi sumber segala pengetahuan, sumber intuisi yang tertinggi dan menjadi keyakinan yang mutlak untuk dimiliki setiap manusia. Namun, apakah Tuhan yang kita kenal ini, mempunyai batasan-batasan yang tertentu untuk diketahui apalagi untuk didekati? Sungguh pemikiran yang dangkal jika Allah SWT disembah hanya dalam konteks pangkat ke-Tuhanan-Nya di dunia ini. Allah, sebagai Zat yang diyakini Pencipta dan sumber daripada segala kejadian, sepantasnya untuk disembah. Akan tetapi, apakah cukup bagi kita mengenal Dia hanya semata untuk ritual penyembahan, pengagungan dan sebagai tempat pengaduan?

Tuhan tidak pernah membatasi keinginan hamba-hambaNya untuk mengenal dan mendekati Zat-Nya. Setiap saat Dia membuka diri untuk didatangi dari pintu mana saja. Ke-Tuhanan Dia di dunia ini bukan kabar pertakut untuk membuat manusia sujud menyembah-Nya, seharusnya manusia menjadikan Tuhan sebagai Zat yang akrab dengan sisi kehidupannya. Bukankah Tuhan Maha dekat (QS 50 : 16), serta kehadiran kita di dunia maya ini adalah sebagai wakil-wakil-Nya yang diberi anugrah jauh lebih sempurna jika dibandingkan dengan kejadian makhluk lainnya. Dan kenapa kita harus menjadikan Tuhan sebagai Zat yang tabu untuk dijangkau. Walau Tuhan adalah Zat Yang Maha Tinggi, bukan berarti manusia tidak diperbolehkan untuk mendekati dan menjangkau-Nya.

Sangat primitif jika Tuhan diletakkan hanya di mesjid-mesjid tempat-tempat pengajian, sebagai kompunen dalam ibadah tanpa ada sedikit kemauan untuk didekati dan dicintai. Ketahuilah, ibadah para nabi dan rasul bukan sekedar penyembahan belaka, namun lebih menjurus kepada bentuk keakraban hamba terhadap Tuhannya. Oleh sebab itu, benda mati yang dijadikan berhala pada masa itu, tidak sanggup menandingi kenikmatan para penyembah Allah SWT yang dapat menjalin hubungan akrab dan membuahkan keyakinan kuat yang tak gentar dengan kematian.

Ber-Tuhan adalah untuk dinikmati. Orang-orang yang ber-Tuhan seharusnya lebih tenang dan sejuk hati dan jiwanya (QS 13 : 28). Orang-orang yang mengaku ber-Tuhan semestinya merasa selalu diawasi oleh tatapan Tuhan, bahkan ia akan merasakan sekeliling diri dan lingkungannya merupakan mata-mata Tuhan yang mengawasi segala gerakan dan perbuatannya. Begitupun, orang yang mengaku dekat pada-Nya, niscaya ia selalu merasa berhadapan setiap saat dengan Tuhannya (QS 2 : 115). Percayalah, keimanan yang kuat tidak akan dimiliki sebelum kita menyaksikan Allah SWT melebihi dari kenyataan sebuah bukit yang berada di depan mata. Maka, wajarlah bukit Thur Sina hancur di depan mata Nabi Musa as, karena kenyataan Allah SWT melebihi dari kenyataan sebuah bukit di depan mata.

Tuhan adalah Zat Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada makhluk ciptaan-Nya. Kecintaan-Nya melebihi dari Kesombongan-Nya, Kasih Sayang-Nya melebihi dari Amarah-Nya. Tuhan bagaikan Raja yang tinggal di setiap rumah rakyatnya. Ia mengetahui dan memahami apa yang terjadi di dalam setiap rumah rakyatnya. Dan Dia selalu dekat dan akrab dengan kehidupan rakyatnya. Raja yang bersinggasana dalam setiap rumah rakyatnya, tanpa kehilangan tahtanya sebagai raja.

Saudaraku, pandanglah Tuhan sebagai Zat yang akrab dalam kehidupanmu, sebab Dia lah yang pertama mengetahui segala keluh kesahmu, kebutuhanmu, dan segala kerahasiaanmu. Sewajarnya jika kita jadikan Tuhan sebagai Zat yang pertama untuk dikenali, didekati dan akhirnya untuk dicintai
sebagai Zat yang lebih akrab di hati kita, daripada diri kita sendiri.

Allah berkata melalui kalam sirr kepada Hamba-Nya:

Wahai hamba-KU:

Tiang dari cinta adalah kerinduan,

tiang daripada kerinduan adalah keakraban,

tiang daripada keakraban adalah kedekatan,

sedangkan kedekatan bermula dari pengenalan,

dan hendaklah engkau mengenali Allah sebelum engkau mencintai-Nya.

(Menyapa Rasa Para Pencari Tuhan, Hidangan Nurani Tuangku Syaikh
Muhammad Ali Hanafiah, Rabbani Press, Jakarta 2011, hal 75)

-----------------------ooOoo-------------------------

TICI bekerjasama dengan MMBI menyelenggarakan DISKUSI TENTANG KETUHANAN MUKHATHABAH ILAHIYAH) dan DZIKIR MAHABBAH yang dibimbing oleh Maulana Syaikh Muhammad Ali Hanafiah (Tuangku Hanafiah) setiap Jumat mulai pukul 17.00 WIB, dilanjutkan setelah shalat Maghrib s/d adzan shalat Isya, di basement Mesjid Baitul Ihsan, Bank Indonesia, Jl. Budi Kemuliaan No. 23, Jakarta Pusat, Telp. 381 8457.

TICI. Jl. Lurah Disah No.27 Pisangan Ciputat – 15419.

Pondok Pesantren Tasawuf Rabbani, Kasiak Kotosani, Solok Sumatera Barat

E-mail: dialog.ketuhanan@yahoo.com <mailto:dialog.ketuhanan@yahoo.com>
Web site: http://www.sufi-centre.net/ <http://www.sufi-centre.net/>
http://suficenter.wordpress.com <http://suficenter.wordpress.com/>



===============================================


Familiarity God
By: Maulana Sheikh Muhammad Ali Hanafiah (Tuangku Hanafiah)
Professor of Sufism Islamic Centre, Indonesia
God is the substance which we believe to be the Creator of the universe infinite, Supreme Master of all powers, became the source of all knowledge, the highest source of intuition and a belief that absolute for every human being. However, if the God we know it, has certain limitations for the unknown let alone to be approached? It was shallow thinking that if God Almighty worshiped only in the context of the rank to His deity in this world. God, as a substance believed to be the Creator and source of all the events, deserve to be worshiped. But is enough for us to know He just simply for ritual worship, exaltation and as the complaint?
God never wants to limit his servants to know and His agent approached. Every time he opens himself to be approached from any door. The Belief in Him in this world is not news to pertakut make people worship Him, should a man make God as an agent who is familiar with the side of life. Is not God Almighty close (Surah 50: 16), as well as our presence in this virtual world is as the representatives of His grace which was given much more perfect if compared with the incidence of other creatures. And why do we have to God as a taboo substance to reach. Although the Lord is the Substance of the Most High, does not mean humans are not allowed to approach and reach out to Him.
Very primitive if God placed only in the mosques places of study, as kompunen in worship without the slightest willingness to be approached and be loved. Behold, the prophets and worship worship is not just a mere messenger, but rather lead to familiarity of servant to his Lord. Therefore, an inanimate object who made the idols of the day, unable to match enjoyment of the worshipers of Allah SWT that can establish close relationships and led to a strong conviction that is not daunted by death.
Godless are to be enjoyed. The people who were supposed to be God more calm and cool his heart and soul (Qur'an 13: 28). The people who claims were supposed to feel God's gaze always be supervised by the Lord, even she will feel around themselves and their environment is God's spies who keep an eye on all movements and actions. Likewise, people who claim to close to him, surely he always felt dealing at any time with his Lord (Surah 2: 115). Believe me, strong faith will not be held before we see God SWT exceed the reality of a hill in front of the eye. Thus, it is natural hill Sina Thur destroyed before the eyes of Moses, because Divine reality beyond the fact of a hill in sight.
God is the Substance of the Most Gracious and Most Merciful to the creature His creation. His love for his excess of pride, love His affection in excess of his anger. God like a king who lived in every house people. He knows and understands what is happening in in every house people. And He is always near and familiar with people's lives. Bersinggasana king in every home people, without losing his throne as king.
My brother, look at God as the substance that are familiar in your life, because He was the first to know all your hurt, your needs, and all kerahasiaanmu. Naturally, if we make God as Substance The first to be recognized, and finally approached to be loved as a substance that is more familiar in our hearts, rather than ourselves.
God said through the word of His servant sirr to:
O My servants:
Pole of love is the longing,
pole than the longing is intimacy,
pole rather than intimacy is the closeness,
while the closeness stems from the introduction,
and let you know you love God before Him.
(Say hello to God's Sense of The Seeker, dish Conscience Tuangku Sheikh Muhammad Ali Hanafiah, Rabbani Press, Jakarta 2011, p. 75)
Ooooo ----------------------- -------------------------
TICI organized in cooperation with the MMBI DISCUSSION ABOUT Lordship MUKHATHABAH godlike) and dhikr mahabbah led by Maulana Shaykh Muhammad Ali Hanafiah (Tuangku Hanafiah) every Friday starting at 17:00 pm, resumed after the Maghrib prayers s / d prayer evening prayers, in basement of the Masjid Baitul Ehsan, Bank Indonesia, Jl. Budi No Glory. 23, Central Jakarta, Tel. 381 8457.
TICI. Jl. Lurah Disah No.27 Pisangan Chester - 15 419.
Boarding Schools Sufism Rabbani, Kasiak Kotosani, Solok West Sumatra
E-mail: @ yahoo.com dialog.ketuhanan <mailto:dialog.ketuhanan@yahoo.com> Web site: http://www.sufi-centre.net/ <http://www.sufi-centre.net/> http://suficenter.wordpress.com <http://suficenter.wordpress.com/>

No comments:

Post a Comment